Beranda | Artikel
Kedudukan Amanah di Dalam Islam
Jumat, 20 Juni 2014

Khutbah Pertama:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدَ الشَاكِرِيْنَ ، وَأُثْنِيْ عَلَيْهِ سُبْحَانَهُ ثَنَاءَ المُنِيْبِيْنَ اَلذَّاكِرِيْنَ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ  إِلَهَ الْأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ وَقُيُوْمُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِيْنَ وَخَالِقِ الخَلْقِ أَجْمَعِيْنَ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُهُ وَخَلِيْلُهُ وَأَمِيْنُهُ عَلَى وَحْيِهِ وَمُبَلِّغِ النَّاسَ شَرْعَهُ ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ .

أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى ، اِتَّقُوْا اللهَ فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرٍ أُمُوْرٍ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ .

Ibadallah,

Bertakwalah kepada Allah Ta’ala, bertakwalah kepada-Nya, karena orang yang bertakwa akan Dia jaga dan tunjuki ke jalan yang baik dalam urusan agama dan dunia. Ingatlah! Kesudahan yang baik hanya bagi orang-orang yang bertakwa.

Ketahuilah kaum muslimin yang dirahmati Allah,

Amanah adalah suatu tanggung jawab dan kewajiban yang besar yang diemban oleh manusia dalam kehidupan. Manusia adalah hamba yang Allah adakan setelah sebelumnya tidak ada , lalu Allah berikan kepada mereka amanah dan manusia menerimanya. Amanah tersebut diberikan beserta dengan segala konsekuensinya yang besar.

Ibadallah,

Sesungguhnya amanah adalah sesuatu yang besar dan memiliki kedudukan yang agung. Wajib bagi hamba Allah untuk memperhatikan dan menjaga hak-haknya, mengetahui kedudukannya, dan berupaya untuk mewujudkan dan merealisasikannya. Banyak dalil, baik dari Alquran maupun sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan tentang kedudukan amanah dan balasan yang akan didapatkan di dunia dan akhirat bagi orang yang menjaganya dan adzab bagi mereka yang menghianatinya.

Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,

فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ

“Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.” (QS. Al-Baqarah: 283)

Firman-Nya yang lain,

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72)

Firman-Nya,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…” (QS. An-Nisa: 58)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan amanah adalah sifat orang-orang yang beriman,

وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ

“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (QS. Al-Mukminun: 8)

Kemudian di ayat 10 dan 11 nya Allah menyebutkan,

أُولَٰئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ. الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Mu’minun: 10-11)

Dalam surat yang lainnya, Allah Ta’ala berfirman,

أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ

“Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan.” (QS. Al-Ma’arij: 35)

Kesudahan yang terpuji dan akhir yang bahagia adalah bagi mereka yang menunaikan dan menjaga kedudukan amanah.

Setelah itu, Allah menyebutkan bahwa menyia-nyiakan amanah adalah di antara sifat orang Yahudi. Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنْهُمْ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِدِينَارٍ لَا يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ إِلَّا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَائِمًا

“Dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya.” (QS. Ali Imran: 75)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa tidak menunaikan janji yang hal itu termasuk amanah adalah sifat dari orang-orang munafik. Di dalam hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ : إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda orang munafik itu ada tiga: (1) Apabila berkata ia berudsta, (2) apabila ia berjanji ia mengingkari, dan (3) apabila diberi amanah ia berkhianat.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan bahwa amanah bagian dari keimanan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ

“Tidak ada keimanan bagi orang yang tidak memiliki sifat amanah.”

Dua hadits ini menunjukkan betapa besarnya amanah itu, amanah adalah bagian dari keimanan. Tiap kali seseorang berusaha menjaga amanah, saat itu pula semakin bertambah keimanannya. Sebaliknya, orang yang menyia-nyiakan amanah, berkurang pulalah keimanannya sekadar kurangnya ia menjaga amanah.

Ibadallah,

Di antara ayat Alquran yang menunjukkan betapa besar dan agungnya kedudukan amanah di dalam Islam adalah sebuah ayat di akhir surat Al-Ahzab,

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72)

Renungkanlah ayat ini wahai hamba Allah. Allah Ta’ala telah mengabarkan dalam ayat yang mulia ini bahwa Dia menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Allah tawarkan kepada mereka untuk memilih. Dan mereka memilih untuk tidak menerima tawaran tersebut. Gunung menolaknya, langit menolaknya, demikian juga bumi enggan mengemban amanah tersebut, bukan karena mereka tidak mau menerima ganjaran yang besar bagi pengemban amanah! Akan tetapi mereka takut dan khawatir dengan besarnya tanggung jawab dari amanah tersebut. Mereka khawatir kalau nanti malah menghianatinya. Lalu amanah itu diemban oleh manusia, dan manusia itu amat zalim dan amat bodoh. Dengan sifat amat zalim dan amat bodoh, manusia menyanggupi mengemban amanah dan menanggung segala konsekuensinya.

Konsekuensi bagi orang yang amanah adalah mendapatkan pahala dari sisi Allah Jalla wa ‘Ala baik di dunia maupun di akhirat dan barangsiapa yang menyia-nyiakannya dia akan mendapatkan siksa yang layak bagi orang yang menyia-nyiakan amanah baik di dunia maupun di akhirat. Manusia berani mengemban amanah dengan sifat mereka yang amat zalim dan amat bodoh. Setiap orang mengemban amanah dalam kehidupannya. Dan Allah Jalla wa ‘Ala akan meminta pertanggung-jawaban atas hal itu ketika mereka nanti berjumpa dengan Allah.

Ibadallah,

Apabila kita melihat manusia dalam mengemban amanah dan bagaimana mereka merealisasikannya, kita akan mendapatkan 3 macam tipe manusia dalam mengemban amanah:

Pertama, mereka yang secara tampak penglihatan manusia adalah orang yang memegang amanah namun secara batin mereka adalah orang yang menyia-nyiakannya. Merekalah orang-orang munafik menampakkan sesuatu yang berbeda dengan batin mereka dan mencitrakan diri dengan sesuatu yang berbeda dari apa yang mereka rahasiakan.

Saat mereka datang menemui orang-orang yang beriman, mereka kesankan diri mereka adalah orang yang beriman, amanah, jujur, dan menunaikan janji, mereka tampakkan hal itu karena takut kehilangan tempat di sisi orang-orang yang beriman. Sebaliknya apabila mereka bertemu orang-orang kafir, mereka tampakkan kekufuran mereka.

Mereka inilah yang senantiasa berkamuflase menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekufuran, menampakkan sesuatu yang berbeda dari keyakinan. Secara zahir, orang memandangnya sebagai orang yang amanah, padahal di dalam hatinya terdapat makar, tipu daya, dan pengkhiantan.

Sebenarnya mereka ini menipu diri mereka sendiri. Mereka sangka mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal hakikatnya mereka tipu diri mereka sendiri, mereka membuat makar dan kebinasaan yang hakiki untuk diri mereka di dunia dan akhirat.

Kedua, mereka yang tidak amanah baik secara zahir maupun batin. Mereka ini adalah orang-orang kafir. Zahir dan batin mereka sama, menampakkan kekufuran kepada Allah, menentang agama-Nya, dan jauh dari syariat-Nya.

Ketiga, orang-orang yang beriman yang mengemban amanah dan menunaikannya. Bersungguh-sungguh sekuat tenaga mewujudkannya. Mereka adalah ahlul iman dan ahlul karamah di dunia dan akhirat.

Karena itu ibadallah,

Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat sebelumnya, tatkala ditawatkan amanah kepada langit, bumi, dan gunug-gunung, mereka menolaknya karena khawatir akan mengkhianatinya. Adapun manusia ketika ditawarkan amanah, mereka menyanggupinya. Setelah itu, di ayat berikutnya, Allah jelaskan tentang pembagian manusia dalam mengemban amanah:

لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 73).

Allah menyebutkan kelompok manusia dalam permasalahan amanah: (1) kelompok yang diadzab, merekalah orang-orang munafik dan orang-orang musyrik, (2) kelompok yang diberi nikmat, merekalah orang-orang yang beriman.

Semoga Allah menjadikan saya dan Anda semua termasuk kelompok orang-orang yang beriman yang diberi nikmat tersebut.

Ibadallah,

Amanah dilihat dari sisi kepada siapa dia ditunaikan dan apa saja cakupannya dijelaskan oleh ayat berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27)

Ayat ini menjelaskan bahwa amanah ditinjau dari sisi kepada siapa dia ditunaikan dan apa saja cakupannya dapat dibagi menjadi tiga bagian:

Pertama, amanah yang kaitannya dengan hak Allah Tabaraka wa Ta’ala atas para hamba-Nya.

Allah Jalla wa ‘Ala memberi amanah kepada semua manusia, termasuk kita, agar menjaga hak-hak-Nya. Allah menciptakan kita agar kita hanya beribadah kepada-Nya, memerintah, dan melarang kita. Allah tidak menciptakan kita sia-sia, tanpa diperintah dan dilarang. Dia menicptakan kita untuk suatu tujuan yang terpuji dan agung yaitu beribadah hanya kepada-Nya dan mengimani segala yang datang dari-Nya. Jadi, mentauhidkan Allah adalah amanah dan berbuat syirik adalah khianat.

Amanah yang paling besar yang Allah embankan kepada kita adalah tauhid. Dan pengkhiantan yang paling besar dari amanah Allah adalah syirik. Barangsiapa yang menegakkan hak-hak Allah Jalla wa ‘Ala, mengikhlaskan agama hanya untuknya, menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dan berhati-hati dari syirik, maka dia telah menunaikan amanah kepada Alla Jalla wa ‘Ala.

Pengetahuan kita tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah, pengetahuan tentang keagungan dan kebesaran-Nya, pengetahuan tentang kekuasaan-Nya, pengetahuan tentang betapa sempurna kebijaksanaan-Nya, itu adalah bentuk menunaikan amanah keapda Allah Ta’ala.

Kedua, amanah dalam menunaikah hak-hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di antara hak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mencintai beliau. Cinta di sini adalah mencintai beliau lebih dari diri sendiri, orang tua, anak, dan orang selainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Tidak (sempurna) keimanan salah seorang di antara kalian sampai aku lebih dia cintai dari orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.”

Ketikta Umar radhiallahu ‘anhu berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي

“Wahai Rasulullah, sungguh engkau paling aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku”.

Lalu Rasulullah shallallahu menanggapi,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ عِنْدَهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ

“Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian sampai aku menjadi orang yang paling dia cintai, termasuk dari dirinya sendiri”.

Umar menjawab,

فَلَأَنْتَ الْآنَ وَاللَّهِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي

“Sekarang, demi Allah, Anda yang paling saya cintai termasuk dari diri saya sendiri”.

Beliau menjawab,

الْآنَ يَا عُمَرُ

“Sekarang wahai Umar (imanmu sempurna).”

Di antara bentuk amanah terhadap hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, membenarkan apa yang beliau kabarkan, memuliakannya tanpa berbuat ghuluw kepada beliau. Inilah amanah yang kita emban terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ketiga, amanah yang berkaitan dengan hak sesama manusia.

Di sini terkandung juga amanah kepada orang tua, anak, tetangga, amanah dalam perdagangan, pegawai, dan petugas keamanan. Allah Tabaraka wa Ta’ala akan mempertanyakan tentang orang-orang yang mendapatkan salah satu atau semua hal di tadi. Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Kalian semua adalah pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya.”

Ibadallah,

Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa amanah itu tidak hanya terkhusus pada satu bidang saja seperti yang disangkakakn banyak umat Islam yang awam. Mereka menyangka amanah itu hanya terbatas pada hak sesama. Tidak demikian. Amanah itu lebih besar dari itu. Ia berhubungan dengan hak Allah, Rasulullah, kemudian sesama manusia.

Oleh karena itu, tunaikanlah amanah kepada masing-masing yang berhak. Yakinlah! Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menanyakan kepada kita perihal amanah ini di hari ketika kita berdiri di hadapan-Nya kelak.

يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ

“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS. Al-Haqqah: 18)

Bertakwalah kepada Allah selama kita diberi kesempatan untuk beramal. Tunaikanlah amanah pada tempatnya masing-masing. Mohonlah pertolongan kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala dalam menunaikannya. Sesungguhnya Dialah sebaik-baik Penolong dan Pelindung.

Ya Allah, tolonglah kami dalam menunaikan amanah-amanah yang berkaitan dengan hak-hak-Mu, hak-hak Rasul-Mu shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan hak-hak hamba-hamba-Mu yang beriman.

Ya Allah, janganlah Engkau serahkan kami kepada diri kami sendiri walaupun sekejap mata. Ya Allah berilah kami taufik untuk menunaikan amanah wahai Rabb semesta alam. Ajarkanlah kami dalam menunaikan agar sesuai dengan apa yang Engkau ridhai. Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang amanah.

أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالجُوْدِ وَالاِمْتِنَانِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى .

Ibadallah,

Sesungguhnya ada sebagian orang yang mengamalkan amanah dalam ruang lingkup yang sempit dan maslahat yang terbatas. Ia membalas orang lain sesuai dengan perlakuan orang tersebut terhadap dirinya. Apabila ia mendapati orang amanah kepadanya, maka ia juga akan amanah terhadap orang tersebut. Namun apabila orang itu pernah mengkhianatinya, maka ia pun akan melakukan pengkhianatan terhadap orang tersebut. Ini bukanlah sifat seorang mukmin.

Ibadallah,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda,

أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنْ ائْتَمَنَكَ وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ

“Tunaikanlah amanah kepada orang yang member amanah kepadamu dan jangan engkau khianati orang yang pernah mengkhianatimu.” (HR. Ahmad).

Amanah itu dituntut setiap saat dan dalam setiap keadaan, karena dia memang terpuji dalam keadaan apapun. Sedangkan khianat adalah tercela dalam setiap saatnya dan jelek dalam keadaan apapun. Karena itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “jangan engkau khianati orang yang pernah mengkhianatimu”.

Kita memang boleh menuntut hak kita, tapi jangan kita balas dengan melakukan muamalah yang khianat, karena khianat itu tercela. Hati-hatilah dari khianat, takutlah kalau-kalau kita menjadi seorang yang suka berkhianat. Berusahalah untuk menjadi seorang yang amanah dalam setiap keadaan. Amanah kepada Allah, Rasul-Nya, dan hamba-hamba-Nya.

Sadarilah, kita sekarang hidup di zaman yang penuh cobaan. Khatib sengaja mengangkat tema ini agar kita semua sebagai orang-orang yang bekerja, atau pendidik, atau juga seorang pelajar, kita semua mendapatkan amanah.

Bertakwalah kepada Allah Jalla wa ‘Ala, dekatkanlah diri kepada-Nya dalam keadaan sendiri atau di tengah keramaian, dalam keadaan sepi atau bersama banyak orang, karena tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari Allah Ta’ala. Dia mengetahui mata-mata yang berkhianat dan apa yang tersembunyi di dalam hati. Rahasia baginya adalah sesuatu yang tampak, hal yang tersembunyi tidak ubahnya sesuatu yang nyata bagi-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di sisi-Nya.

نَسْأَلُ اللهَ جَلَّ وَعَلَا أَنْ يَرْزُقَنَا وَإِيَّاكُمْ خَشِيَتَهُ فِي الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ ، وَأَنْ يَجْعَلَنَا وَإِيَّاكُمْ مِنْ عِبَادِهِ المُتَّقِيْنَ وَأَنْ يَهْدِيَنَا جَمِيْعاً سَوَاءَ السَّبِيْلِ ، وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا – رَحِمَكُمُ اللهُ – عَلَى  مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ))

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ . وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَّةِ المَهْدِيِيْنَ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ ، وَعُمَرَ الفَارُوْقِ ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِي الحَسَنَيْنِ عَلِي، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَأَعِنْهُ عَلَى البِرِّ وَالتَقْوَى وَسَدِدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةَ نَبِيِّكَ صلى الله عليه وسلم ، وَاجْعَلْهُمْ رَأْفَةً عَلَى عِبَادِكَ المُؤْمِنِيْنَ

عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ،  وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  .

Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad

Oleh Tim KhotbahJumat.com
Artikel www.KhotbahJumat.com

Print Friendly, PDF & Email

Artikel asli: https://khotbahjumat.com/2710-kedudukan-amanah-di-dalam-islam.html